Senin, 26 November 2012

KEPERGIANMU (ONESHOT)

-->
“KEPERGIANMU”
“ Shinta, sudahlah… kau harus tenang. ” ucap gadis disampingku lirih dengan bibir bergetar. Dielusnya pelan pundak kananku, kemudian dipeluknya lenganku dan ia pun menyandarkan kepalanya disitu.
kulirik sekilas pada gadis yang sedang memejamkan kelopak matanya yang bulat indah itu. “gadis bodoh” umpatku dalam hati. Ia menyuruhku untuk tenang tapi ia sendiri tidak begitu. Bagaimana bisa aku merasa tenang ?
“jangan menghiburku.!” Aku menggeliat sehingga pegangannya pada lenganku terlepas. Ia menatapku dengan mata sendu, membuatku seketika mendorong pelan punggungnya untuk menjauh.
“lebih baik kau kembali dengan yang lainnya,angel… aku akan pulang nanti” angel hanya melirik kebelakang, melirik ke arahku yang membimbingnya masuk ke dalam mobil. Raut wajahnya kusut, sama sepertiku.
Begitu aku sampai di depan pintu mobil, tampak disitu sahabatku yang masih terisak dengan saputangan yang digenggam mereka masing-masing. Serta ayahku yang tersenyum miris begitu melihat kedatanganku. Ayahku mengangguk, seolah dia tau apa yang dipikirkanku. Pertanda bahwa ia mengizinkanku untuk disini lebih lama lagi. Lebih lama lagi untuk tenggelam mengenang memori indah yang takkan pernah terulang. Aku tersenyum miris melihat mobil ayahku yang semakin lama semakin menghilang di ujung jalan. Itu berarti tinggal mobil pribadiku lah satu-satunya kendaraan yang terparkir di kompleks pemakaman yang sepi ini. Baguslah, setidaknya kuburanpun mengerti bahwa hatiku sangat membutuhkan ketenangan. Aku berjalan mendekati sebuah makam. Sebuah makam dengan tanah yang masih baru dibanding tanah dari makam yang ada di sekelilingnya. Dengan batu nisan yang baru saja terpancang diatas tanah. Dengan kelopak-kelopak bunga segar berwarna merah dan putih yang bertaburan menghiasi tanah makam itu. Aku terduduk. Bulir demi bulir air mata mengalir dari pelupuk mata lalu berlanjut ke pipi dan pada akhirnya jatuh keatas tanah. Tepat diatas tanah tempat persemayaman terakhir seorang pria yang sudah terkubur di bawah sana dengan sebuah peti mati yang menaungi tubuh kakunya. Tubuh putih pucatnya yang kulihat terakhir kali sudah mulai berubah coklat, pertanda bahwa tubuhnya perlahan mengalami pembusukan. Kupukul kuat dadaku yang kian lama semakin sesak. Mungkin ini sakit karena kehilangan pria yang amat kusayangi.                                                         **********************************
“Revan Amorel Sitomorang.”
kubaca lirih nama yang tertera di batu nisan itu dalam hati. Sungguh , mengucapkan nama itu seolah menyiramkan cairan  kimia ke dalam hatiku. Begitu perih dan menyiksa. Begitu sakit.
“Revan…” Tangan kananku dengan geram menggenggam tanah di sekitar makamnya.
“kenapa ? kenapa kau setega ini padaku?” Aku menangis… lagi,lagi, dan lagi….
Entah kenapa aku ingin sekali menangis. Meluapkan kekesalanku yang aku sendiripun tak mengerti. Meluapkan kekecewaanku pada Tuhan .
Kenapa kau sekejam ini padaku Ya Tuhan ?
kenapa kau memberi dia penyakit KANKER OTAK ?
Bahkan aku sendiri pun tak mengerti  apa arti penyakit itu.
kulemparkan sembarang tanah yang kugenggam tadi. Kutatap nanar batu nisannya. Lambat laun pandangan mataku buram. Bukan karena air mata, melainkan pada rintik hujan yang perlahan berubah menjadi deras. Aku tetap terduduk ditanah , tak bergeming sedikitpun. Aku sama sekali tak terganggu akan adanya hujan. Malah aku bersyukur pada hujan, karena hujan bisa menghapus jejak air mataku yang mulai kering dan sembab itu.
DEG.
kupukul lagi dadaku sekuat mungkin. Dadaku sesak . memang jika aku terlalu lama menangis atau terlalu lama di tempat sempit, nyeri didadaku mulai menyengat. Menyengat paru-paruku.
SIAL. Dadaku sesak. Sekuat apapun kupukul dadaku  Tetap tak bisa mengurangi rasa sakit ini. Mataku terpejam … nafasku semakin memburu… tubuh lemahku yang sudah basah total sepertinya tak mampu lagi menahan berat air hujan yang menerpa sekujur tubuhku, rintik-rintik hujan itu seolah peluru-peluru yang secara berentetan menusuk jantungku.menghujam tubuhku yang sama sekali tak memakai pelindung seperti jaket atau apapun. Aku terjatuh diatas tanah. “revan…” lirihku
Kucoba kuatkan diriku untuk berdiri dan berjalan kearah mobil. Dengan kekuatan yang tersisa akhirnya aku sampai di mobil. Sopir pribadi yang sengaja ayah tinggalkan bersamaku menbuka pintu mobil dan aku pun mencari sekotak obat yang selalu ku bawa kemana-mana….
kuminum obat itu.. tak berapa lama sakit ini mulai mereda … Sopir pun menjalankan mobil ini meninggalkan lokasi pemakaman… ku menangis lagi , seolah aku tak ingin berhenti menangis tapi kucoba mnguatkan diriku “mungkin ini terbaik untukku,semoga kau bahagia disana Revan” ucapku dalam hati.
                                                                  
 THE END